cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 19784279     EISSN : 25494082     DOI : 10.20473
Core Subject : Health, Science,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue " Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014" : 12 Documents clear
Cara Penularan HIV & AIDS Di Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD Dr. Soetomo Surabaya Astindari, Astindari; Lumintang, Hans
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.29 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-5

Abstract

Latar belakang: Kasus HIV & AIDS makin lama makin meningkat. Sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 sampai 2009, di Indonesia tercatat 3.492 orang meninggal dunia karena penyakit ini. Cara penularan HIV & AIDS di Indonesia selalu mengalami perubahan. Awalnya cara penularan terjadi melalui hubungan heteroseksual. Kemudian peningkatan jumlah pengguna narkoba suntik (penasun) di Indonesia menyebabkan cara penularan HIV & AIDS juga mengalami perubahan karena penularan bisa terjadi melalui penggunaan jarum suntik bersama di kalangan para penasun. Saat ini cara penularan HIV & AIDS kembali lagi, terutama melalui hubungan heteroseksual. Perubahan cara penularan HIV & AIDS dari kelompok penasun ke heteroseksual mempengaruhi strategi pencegahan penularan HIV & AIDS di Indonesia, khususnya di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tujuan: Mengevaluasi cara penularan HIV & AIDS di UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2006-2010. Metode: Penelitian deskriptif, retrospektif tentang cara penularan HIV & AIDS di UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2006 – 2010. Hasil: Kasus baru HIV & AIDS di UPIPI RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2006-2010 didapatkan 3.090 kasus, dengan perbandingan pasien laki-laki lebih banyak dari pasien perempuan. Cara penularan tertinggi melalui hubungan seksual yaitu 63,5%, cara penularan berikutnya melalui penasun 24,8%, penasun + seksual 6,3%, dan perinatal 3,2%. Cara penularan melalui heteroseksual makin meningkat dari tahun 2006 sebanyak 186 orang (47,1%) menjadi 509 orang (71,9%) pada tahun 2010. Simpulan: Cara penularan HIV & AIDS di UPIPI RSUD Dr. Soetomo mengalami perubahan, yang semula terbanyak melalui penasun pada tahun 2005 berubah melalui heteroseksual pada tahun 2010. Hal itu akan mempengaruhi strategi upaya pencegahan penyakit tersebut. Kata kunci: studi retrospektif, HIV & AIDS, penularan, heteroseksual, IDUs, penasun, perinatal.
Perbedaan antara Uji Transformasi Limfosit dengan Uji Tempel Obat pada Pasien Erupsi Obat Karina, Dhita; Rahmadewi, Rahmadewi; Pohan, Saut Sahat
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.981 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-6

Abstract

SurabayaABSTRAKLatar belakang:Diagnosis erupsi obatseringditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanklinis sajasehingga sulit untuk mengetahui obat penyebabnya. Pemeriksaan penunjang diperlukan untukdiagnosis yang lebih pastidan mengetahui penyebabnya. Uji Tempel Obat (UTO) adalah prosedur in vivoyang sering digunakan di praktek sehari-hari dan sensitivitasnya sebesar 30-50%. Uji Transformasi Limfosit (UTL) adalah suatu pemeriksaan laboratorium dengan prosedur invitroyangsensitivitasnya dilaporkan 70-90% dalam mendiagnosis erupsi obat. Tujuan:Menganalisis perbedaan antara hasil UTO dan UTL pada pasienerupsi obat.Metode:Penelitian cross sectionaldilakukan terhadapduapuluh dua pasien dengan riwayat erupsi obat di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. DilakukanUTO pada punggung pasiendanpengambilandarah venapasien untuk pemeriksaan UTL. Hasil:Dari duapuluh duapasiendidapatkan hasil positif UTO pada tujuhpasiendan negatifpada lima belaspasien, sedangkan hasil positif UTL pada dua puluh pasien dan negatif pada duapasien.Simpulan:Terdapatperbedaan yang signifikan antara UTO dan UTLpada pasien erupsi obat. Kesesuaian dua pemeriksaan ini sebesar 40,9%,yang berarti UTL dapat dilakukan bila hasil UTO negatif atau meragukan.
Eritema Induratum Bazin pada Pasien Tuberkulosis Paru Miryana, Windy; Nurainiwati, Sri Adila; Hidayat, Taufiq; Moedjiwijono, Moedjiwijono
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1519.05 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-5

Abstract

Latar belakang: Eritema induratum Bazin (EIB) atau yang disebut dengan Nodular Vaskulitis merupakan tuberkulosis kutis jenis tuberkulid, ditandai dengan erupsi nodular kronik pada tungkai bawah terutama menyerang wanita usia pertengahan. Eritema Induratum Bazin merupakan bentuk panikulitis lobular dengan vaskulitis. Gambaran klinis berupa nodul, nyeri, yang akan membentuk ulkus dan skar, bersifat kronis dan rekuren. Penyakit ini jarang dijumpai. Tujuan: Memaparkan kasus EIB pada pasien tuberkulosis paru yang merupakan kasus yang jarang ditemukan. Kasus: Wanita, 24 tahun dirujuk oleh dokter spesialis paru dengan keluhan luka dan nyeri pada kedua tungkai sejak 4,5 tahun yang lalu yang hilang timbul. Pemeriksaan dermatologis terdapat nodul dan plak eritematus, multipel, ireguler, ulkus multipel tertutup krusta kehitaman, dan skar atrofi. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan adanya epitel histiosit, radang granulomatus dan vaskulitis. Tes Mantoux positif dan foto Thorax menunjukkan gambaran tuberkulosis paru. Penatalaksanaan: Pasien diberikan regimen obat anti tuberkulosis kategori I, yaitu Rifampisin 600 mg/hari,Isoniazide 300 mg/hari, Pirazinamide 1500 mg/hari dan Etambutol 800 mg/hari selama 2 bulan, dilanjutkan dengan Rifampisin 600 mg/hari dan Isoniazide 300 mg/hari selama 4 bulan berikutnya. Simpulan: Diagnosis EIB ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis ditunjang dengan pemeriksaan histopatologi. Sesuai hasil tes Mantoux dan foto thorax menunjukkan bahwa etiologi kasus ini berkaitan dengan tuberkulosis. Patogenesis EIB berkaitan dengan reaksi imun kompleks. Pasien diterapi dengan obat anti tuberkulosis dan memberikan hasil yang memuaskan setelah pengobatan selama 3 bulan. Kata kunci: Eritema induratum Bazin, panikulitis, tuberkulosis, obat anti tuberculosis.
Studi Retrospektif: Faktor Pencetus Akne Vulgaris Ayudianti, Prida; Indramaya, Diah Mira
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.542 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-7

Abstract

Latar belakang: Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang banyak diderita remaja, sekitar 85% remaja terkena dengan tingkat keparahan tertentu. Penyebab AV adalah multifaktorial. Faktor pencetus yang berperan antara lain faktor genetik, lingkungan, hormonal, stres emosi, makanan, trauma, kosmetik, dan obat-obatan. Tujuan: Mengidentifikasi faktor pencetus AV pada pasien di Divisi Kosmetik Medik Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode: Studi retrospektif terhadap rekam medis tentang gambaran umum, faktor pencetus, diagnosis, dan penatalaksanaan pasien baru AV periode 2008-2010. Hasil: Jumlah pasien baru AV tahun 2008-2010 adalah 3448 pasien. Penderita AV perempuan (79,4%) lebih banyak daripada laki-laki. Kelompok umur terbanyak menderita AV adalah 15-24 tahun (64,3%), jenis pekerjaan pasien AV terbanyak adalah pelajar/mahasiswa (39,1%). Sebagian besar pasien menderita AV selama 1-5 tahun (46,5%). Faktor pencetus AV tersering adalah hormonal (55,6%). Tipe lesi AV terbanyak adalah papulopustular (75,6%). Terapi yang terbanyak adalah kombinasi doksisiklin oral, tretinoin dan klindamisin topikal. Simpulan: Faktor pencetus timbulnya AV pada wanita tersering adalah hormonal dan kosmetik, sedangkan pada laki-laki adalah makanan dan stres. Kata kunci: akne vulgaris, faktor pencetus, retrospektif.
Uji Tempel Pasien Dengan Riwayat Dermatitis Kontak Alergi Kosmetik di URJ Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Miftah, Antoni; Prakoeswa, Cita Rosita Sigit; Sukanto, Hari
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.031 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-7

Abstract

Latar belakang: Kasus dermatitis kontak alergi kosmetik (DKAK) relatif signifikan, diperkirakan 10% dari seluruh kasus dermatitis kontak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya cenderung meningkat. Tahun 2008 ditemukan 24 (6%) penderita DKAK dari 267 pasien DKA, sedangkan tahun 2009 ditemukan 36 (15%) dari 230 pasien DKA yang datang berobat. Tujuan: Mengetahui bahan kosmetik penyebab dermatitis kontak akibat kosmetik dan mengetahui relevansi klinis hasil uji tempel. Metode: Penelitian retrospektif terhadap 30 sampel dengan riwayat DKAK periode November 2010 – November 2011 di Divisi Alergi Imunologi URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo. Uji tempel menggunakan 12 bahan standar alergen kosmetik. Hasil: Enam belas pasien dari 30 sampel (53,33%) didapatkan hasil positif dengan satu atau lebih alergen dan 14 pasien (46,67%) negatif terhadap alergen yang ditempelkan. Hasil uji tempel positif terbanyak dari 16 pasien tersebut adalah alergen pewarna rambut yaitu 13 pasien (43,3%), diikuti pewangi 6 pasien (20%) dan pengawet 5 pasien (16,7%). Simpulan: Uji tempel alergen standar kosmetik dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang terhadap penderita dermatitis kontak alergi kosmetik di Divisi Alergi Imunologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kata kunci: dermatitis kontak alergi, alergen kosmetik, uji tempel, relevansi klinis.
Studi Retrospektif: Psoriasis Pustulosa Generalisata Gayatri, Lunni; Ervianti, Evy
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.595 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-8

Abstract

Latar belakang: Angka kejadian kasus psoriasis pustulosa di Indonesia belum diketahui. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian retrospektif terhadap penyakit psoriasis pustulosa generalisata. Tujuan: Mengevaluasi gambaran kasus psoriasis pustulosa generalisata untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien di masa mendatang. Metode: Studi retrospektif pasien psoriasis pustulosa generalisata yang dirawat inap di Instalasi Rawat Inap Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1 Januari 2001 sampai 31 Desember 2011. Dilakukan penelitian mengenai jumlah kasus, umur, jenis kelamin, anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan terapi yang diberikan. Hasil: Didapatkan 21 pasien psoriasis pustulosa generalisata dari pengamatan selama 11 tahun. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 2140 tahun (57,1%), pasien perempuan lebih banyak daripada lakilaki (16:5). Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada 15 pasien dengan hasil 80% sesuai dengan gambaran psoriasis pustulosa. Terapi methotrexate diberikan pada seluruh pasien, dengan hasil 52,3% pasien dinyatakan mulai sembuh saat pasien keluar rumah sakit. Simpulan: Kasus psoriasis pustulosa generalisata setiap tahun berjumlah 13 pasien. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, kemudian dicocokkan dengan hasil patologi anatomi. Kata kunci: pustula, psoriasis pustulosa generalisata, methotrexate.
Kesesuaian Gambaran Klinis Patognomonis Infestasi Skabies dengan Kepositifan Pemeriksaan Dermoskop dan Kerokan Kulit Kurniati, Kurniati; Zulkarnain, Iskandar; Listiawan, M. Yulianto
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.928 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-8

Abstract

Latar belakang: Diagnosis infestasi skabies oleh klinisi umumnya ditegakkan dengan gejala klinis patognomonis skabies. Tetapi gejala skabies seringkali tidak khas akibat adanya kemiripan dengan penyakit lain terutama pada anak-anak dan kondisi imunokompromais, sehingga diagnosis klinis seringkali keliru dan mengakibatkan kesalahan pemberian terapi. Diperlukan penegakan diagnosis definitif untuk menemukan Sarcoptes scabiei (S. scabiei) atau telurnya, yang secara konvensional dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik dari kerokan lesi kulit penderita. Namun metode tersebut tidak praktis, membutuhkan keterampilan khusus, cenderung invasif, seringkali memerlukan beberapa kali kerokan, serta sulit dilakukan pada anak-anak, sehingga diperlukan metode yang mudah, non-invasif, dan akurasi yang baik. Pemeriksaan dermoskop menawarkan solusi tersebut. Tujuan: Mengevaluasi kesesuaian gambaran klinis patognomonis infestasi skabies dengan kepositifan dermoskop dan pemeriksaan kerokan kulit Metode: Studi analitik observasional cross sectional, total sampling dalam satu kali observasi pada 243 populasi terjangkau yang berusia 5-14 tahun di satu pondok pesantren. Terdapat 44 sampel yang memenuhi kriteria penerimaan sampel yang dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan gejala klinis patognomonis skabies, selanjutnya diperiksa dengan dermoskop dan mikroskop dari kerokan kulit pada lesi. Analisis hasil dengan menghitung kappa agreement dan nilai prediksi positif. Hasil: Dari 44 sampel didapatkan 25 sampel klinis patognomonis skabies dan 19 sampel klinis non patognomonis skabies. Pemeriksaan dermoskopi ditemukan positif pada 25 sampel dan mikroskopik kerokan kulit positif pada 18 sampel. Kesesuaian dermoskopi dan kerokan kulit adalah 79,5%, kappa 0,601. Simpulan: Dermoskop berpotensi digunakan sebagai alat diagnostik definitif skabies pada lingkungan dengan prevalensi tinggi skabies. Kata kunci: skabies, dermoskop, kerokan kulit.
StudiRetrospektif:Diagnosis dan Terapi Pasien Melasma Umborowati, Menul Ayu; Rahmadewi, Rahmadewi
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.071 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-8

Abstract

Latar belakang:Melasmaadalah penyakit yang banyak dijumpai terutama dinegara beriklim tropis seperti Indonesia. Masalah yang dihadapi adalah responsterhadap terapiyang beragam, sehingga diagnosis dan terapi yang tepat untuk penyakit ini masih perlu terus dikembangkan.Tujuan: Mengevaluasi penegakan diagnosis dan pemberian terapi melasma guna meningkatkan pelayanan terhadap pasien di masa yang akan datang. Metode:Penelitian retrospektif pasienmelasma di Divisi Kosmetik Medik Unit Rawat Jalan (URJ) Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya selama periode 1 Januari 2009 sampai dengan 30Desember 2011. Data diperoleh dari rekam medis.Hasil:Pasienmelasma sebanyak 14,1% dari seluruh pasienbaru Divisi Kosmetik Medik, pasienperempuan sebanyak 99,2% dengan faktor pencetus utama adalah sinar matahari. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan fisik dan lampu Wood, terapi topikal yang banyak diberikan adalah tabir surya, formula Kligman, dan Alpha Hydroxy Acid(AHA).Simpulan:Metode penegakan diagnosis dan pilihan agen pemutih sebagai terapi melasma di Divisi Kosmetik Medik URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya masih perlu dievaluasi sesuai dengan bukti dan temuanterbaru.Kata kunci:melasma, studi retrospektif, diagnosis, terapi.
Kadar TNF- Lesi Kulit dengan Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris Budini, Sulamsih Sri; Cholis, M. Cholis; Rofiq, Aunur
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.55 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-7

Abstract

Latar belakang: Peranan TNF- dalam patogenesis terjadinya lesi kulit pada psoriasis sudah banyak diteliti, termasuk pemakaian terapi biologis pada psoriasis dengan bahan yang menghambat TNF- dan sel T. Kegunaan TNF- serum sebagai biomarker aktifitas penyakit psoriasis memberi hasil yang tidak konsisten baik dalam jumlah absolutnya maupun hubungannya dengan respon hasil pengobatan. Tujuan: Mengevaluasi kadar TNF- lesi kulit dengan derajat keparahan penyakit psoriasis. Metode: Desain penelitian adalah potong lintang analitik observasional dengan jumlah sampel duapuluh lima penderita psoriasis vulgaris yang datang ke poli rawat jalan RSUD Dr Saiful Anwar Malang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan histopatologis. Derajat keparahan dievaluasi dengan skor Psoriasis Area Severity Index (PASI), yaitu <10 ringan; 10-20 sedang; dan >20 berat. Kadar TNF- lesi kulit di ukur dengan metode ELISA. Kadar TNF- lesi kulit ditentukan dengan menghitung nilai rerata pada masing-masing derajat keparahan. Data diolah dengan program SPSS versi 14, hubungan antara kadar TNF- lesi kulit dengan derajat keparahan penyakit diuji dengan menggunakan rumus uji korelasi Spearman. Hasil: Didapatkan rerata kadar TNF- lesi kulit 135,00 + 30,04 pada PASI ringan, 229,40 + 38,06 pada PASI sedang, 258,00 + 53,04 pada PASI berat. Rerata skor PASI penderita psoriasis vulgaris pada derajat ringan 8,57 + 0,57, sedang 16,46 + 3,08 dan berat 28,21 + 10,86. Simpulan: Makin tinggi kadar TNF- makin bertambah pula derajat keparahan psoriasis vulgaris. Kata kunci: psoriasis, TNF-, PASI, derajat keparahan.
Gambaran Histopatologi Nekrobiosis Lipoidika Sari, Maylita; Setyaningrum, Trisniartami; Sandhika, Willy
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol 26, No 1 (2014): BIKKK APRIL 2014
Publisher : Faculty Of Medicine Airlangga University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1210.161 KB) | DOI: 10.20473/bikkk.V26.1.2014.1-8

Abstract

Latar belakang: Nekrobiosis Lipoidika (NL) merupakan keadaan dermatologis idiopatik yang menjadi masalah secara kosmetik dan berhubungan erat dengan penyakit diabetes mellitus. Pemahaman tentang patogenesis dan diagnosis NL sangat penting karena adanya komplikasi yang bisa terjadi seperti ulserasi dan karsinoma sel skuamosa, disamping kesulitan penegakan diagnosis NL melalui histopatologi. Tujuan: Memahami patofisiologi, gambaran klinis, dan histopatologi NL serta diagnosis banding granuloma non infeksi. Telaah kepustakaan: Perubahan vaskular dan degenerasi kolagen serta faktor lain adanya Antibody Mediated Vasculitis diduga terjadi pada patogenesis NL. Prinsipnya didapatkan kerusakan mikrosirkulasi pada individu non diabetik dengan NL. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan terdapat granuloma interstitial dan palisade yang melibatkan jaringan subkutan dan dermis. Granuloma tersusun berlapis-lapis (tierlike, layered) dan bercampur dengan area degenerasi kolagen, terdiri dari histiosit, beberapa diantaranya limfosit berinti banyak, sel plasma, dan eosinofil. Penebalan dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel pada dermis bagian tengah sampai dalam. Imunofluoresens direk didapatkan immunoglobulin M, Ig A, C3, dan fibrinogen pada pembuluh darah. Manifestasi klinis ditandai dengan plak berbatas jelas dengan area atrofi kekuningan pada tengahnya dan tepi menonjol berwarna merah sampai ungu, yang bisa mengalami ulserasi, bilateral, dan multipel. kesimpulan: NL merupakan suatu penyakit degeneratif kronis pada jaringan konektif dermis, dengan etiologi yang tidak diketahui dan terjadi hampir seluruhnya pada penderita diabetes mellitus. Diagnosis ditegakkan secara klinis dan histopatologi. Gambaran histologi NL hampir sama dengan granuloma annulare, namun manifestasi klinis berbeda.Kata kunci: nekrobiosis lipoidika, diabetes melitus, histopatologi, granuloma.

Page 1 of 2 | Total Record : 12